Masih saktikah pancasila??
Masih saktikah Pancasila?
Banyak wacana muncul akhir-akhir
ini yang menyatakan kalau Pancasila sudah tidak sakti lagi atau bahkan di
berbagai media memberitakan bahwa Pancasila sudah “dilupakan” di Indonesia.
Jadi apakah benar kenyataan itu? Jawabannya adalah ada pada diri kita
masing-masing, dan mungkin kita perlu sedikit merenungkan untuk hal tersebut,
apakah kita masih berperilaku seperti yang tersirat dalam jiwa pancasila? atau
apakah kita sudah melenceng?
Di tengah terpaan pengaruh kekuatan
global, kita seharus nya menguatkan dan memperlengkapi diri agar tidak
terjerembab dalam lika-liku zaman sekarang ini. Salah satunya adalah dengan
menggali kembali nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itu sendiri.
Nilai-nilai itulah yang kemudian kita maknai sebagai energi untuk membangun
kembali jati diri bangsa ini. Bangsa ini bisa berdiri tegak, hanya jika mau
kembali menghidupkan dan sekaligus mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila
itu sendiri. Pancasila adalah dasar negara. Pancasila adalah asal tunggal dan
menjadi sumber dari segala sumber hukum yang mengatur masyarakat Indonesia,
termasuk kehidupan berpolitik. Karena itu, partai politik sebagai salah satu
infrastruktur politik dan segala sesuatu yang hadir dan lahir dinegara ini,
harus tunduk dan taat pada Pancasila.
Melihat perkembangan kondisi di
Indonesia belakangan ini mungkin kita menganggap kalau rakyat Indonesia sudah
tidak lagi ber”Pancasila” dengan adanya kerusuhan dimana-mana yang timbul
karena masalah yang berkaitan dengan sila pertama yaitu “Ketuhanan Yang Maha
Esa”. Yaitu dengan ricuhnya kelompok agama mayoritas melawan minoritas dengan
alasan-alasan tertentu. Padahal kalau kita telaah lagi, terjadinya “bentrokan”
seperti itu terkadang belum tentu benar-benar karena soal agama, mungkin karena
ada satu alasan kepentingan tertentu yang ingin dicapai oleh “segelintir”
personal, maka dengan kekuatannya mereka menggunakan alasan keagamaan untuk
mendapatkan tujuannya. Sebaiknya marilah kita lihat saja dengan “kepala
dingin”, dari jaman dulu kita sudah hidup dengan keragaman, mayoritas dan
minoritas tidak perlu dijadikan bahan pertentangan, tapi jadikan itu kekuatan
yang tetap menyatukan kita.
Berkaitan dengan 1965 Incident Road
Show in the United States, ada satu peristiwa monumental yang tidak bisa begitu
saja ditelan dan diterima secara bulat-bulat. Peristiwa ini masih berjalan
sampai sekarang, yaitu upacara nasional pada tanggal 1 Oktober pagi di Lubang
Buaya, Jakarta yang oleh pemerintahan Orde Baru, di bawah pimpinan
Suharto/Soeharto, diberi nama Hari Kebangkitan Pancasila. Kita semua tahu dari
pelajaran sekolah apa sebabnya diberi nama Hari Kesaktian Pancasila, yaitu
telah terbukti bahwa Pancasila itu ampuh dan berhasil menghalau dan menumpas
komunis dan Partai Komunis Indonesia (PKI) dari muka bumi Indonesia dan
menyelamatkan bangsa Indonesia dari kehancuran pada percobaan kudeta PKI tahun
1965. Benarkah demikian? Apakah arti sesunggunya di balik peringatan ini?
Setiap tanggal 1 Oktober pagi,
hampir semua pejabat kunci negara Republik Indonesia (RI) berkumpul di Lubang
Buaya, Jakarta untuk mengadakan ritual, memperbaharui dan mengkokohkan tekat
untuk melindungi negara RI dari rongrongan komunis melalui Partai Komunis
Indonesia (PKI). Upacara ritual ini disimbolkan dengan pengorbanan nyawa yang sangat
memilukan dan menyayat hati dari 6 jenderal senior dan lainnya.
Peringatan Hari Kesaktian
Pascasila ini bercikal bakal pada peristiwa 30 September 1965, di mana
enam jendral senior dan beberapa orang lainnya dibunuh dalam upaya kudeta yang
dilakukan oleh para pengawal istana (Cakrabirawa) yang
dianggap loyal kepada PKI dan pada saat itu dipimpin oleh Letkol. Untung.
Keenam pejabat tinggi yang dibunuh tersebut adalah:
- Panglima
Angkatan Darat Letjen TNI Ahmad Yani,
- Mayjen
TNI R. Suprapto
- Mayjen
TNI M.T. Haryono
- Mayjen
TNI Siswondo Parman
- Brigjen
TNI DI Panjaitan
- Brigjen
TNI Sutoyo Siswomiharjo
- Jenderal
TNI A.H. Nasution juga disebut sebagai salah seorang target namun dia
selamat dari upaya pembunuhan tersebut. Sebaliknya, putrinya Ade Irma
Suryani Nasution dan ajudan AH Nasution, Lettu Pierre Tandean tewas dalam
usaha pembunuhan tersebut.
Selain itu beberapa orang lainnya juga turut menjadi korban:
- AIP
Karel Satsuit Tubun
- Brigjen
Katamso Darmokusumo
- Kolonel
Sugiono
Para korban tersebut kemudian dibuang ke suatu lokasi di
Pondok Gede, Jakarta yang dikenal sebagai Lubang Buaya. Mayat mereka ditemukan
pada 3 Oktober 1965.
Jika pada
peringatan-peringatan sebelumnya Kesaktian Pancasila selalu dikaitkan
dengan penumpasan Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G-30-S/PKI),
maka kali ini “sejarah” Kesaktian Pancasila dimaknai sejak
proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agsutus 1945. Demikian versi baru
upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila yang berlangsung
di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur.
Selain pemaknaan yang baru atas
sejarah, hal baru lainnya adalah upacara kembali dipimpin oleh presiden
Republik Indonesia serta disertai dengan pembacaan naskah ikrar yang
menyebutkan bahwa sejak Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) diproklamasi
pada 17 Agustus 1945 terjadi banyak kesenjangan terhadap Pancasila dan NKRI
baik yang datang dari dalam negeri maupun luar negeri. Namun, bangsa Indonesia
mampu mempertahankan Pancasila dan NKRI.
Komentar
Posting Komentar